Seragam Sekolah: Antara Identitas Kesetaraan dan Beban Orang Tua

 

Perdebatan tentang seragam sekolah selalu menjadi isu menarik. Ada yang menilai seragam membatasi kebebasan siswa dalam mengekspresikan diri. Namun, ada pula yang melihat seragam sebagai simbol identitas sekolah sekaligus penanda kesetaraan sosial.

Setiap sekolah memang memiliki kewenangan untuk mengatur seragam khas mereka. Motif, warna, hingga aturan penggunaannya menjadi bagian dari identitas sekolah. Sayangnya, masih banyak yang belum disadari masyarakat: seragam itu tidak sepenuhnya “gratis”. Biaya pengadaan sering kali menjadi beban tambahan, padahal aturan seragam tidak seharusnya memberatkan orang tua secara finansial.

Aturan Resmi Seragam Nasional

Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022 mengatur penggunaan seragam nasional pada hari Senin dan Kamis. Selain itu, pada hari upacara bendera, siswa diwajibkan mengenakan seragam sesuai jenjang, lengkap dengan atribut seperti topi, dasi, bed, dan logo Tut Wuri Handayani.

Meski begitu, sekolah tetap memiliki ruang untuk menentukan seragam khas mereka sendiri. Seragam khas ini bisa berupa motif atau warna tertentu yang hanya berlaku di sekolah tersebut, serta diatur kapan harus dikenakan. Namun, prinsip pentingnya tetap sama: aturan itu tidak boleh menjadi beban bagi orang tua.

Pro dan Kontra Seragam

Di media sosial, perdebatan tentang seragam sering memunculkan pro dan kontra.

Kelompok pro menilai seragam menumbuhkan disiplin, memperkuat semangat belajar, dan mengurangi kesenjangan sosial. Dengan seragam, anak-anak dari berbagai latar belakang terlihat sama. Tidak ada perbedaan mencolok antara yang kaya dan miskin, sehingga tercipta percampuran sosial yang lebih setara.

Selain itu, seragam juga memudahkan sekolah mengenali siswa, meningkatkan keamanan, sekaligus memperkuat identitas bersama. Bahkan, dari sisi ekonomi, seragam bisa meringankan beban orang tua. Mereka tidak perlu membeli banyak pakaian sehari-hari karena anak sudah memiliki seragam standar untuk digunakan ke sekolah.

Namun, kelompok kontra melihat seragam bisa membatasi ekspresi pribadi siswa. Lebih jauh lagi, jika seragam hanya bisa dibeli melalui sekolah dengan harga tertentu, hal itu memunculkan masalah baru: beban ekonomi yang tidak semua keluarga mampu tanggung.

Seragam sebagai Simbol Kesetaraan

Lebih dari sekadar pakaian, seragam memiliki makna sosial yang dalam. Ia menyimbolkan kesetaraan, kebersamaan, dan identitas sekolah yang jelas. Seragam menciptakan lingkungan belajar yang lebih suportif, disiplin, dan penuh rasa hormat.

Yang tak kalah penting, sekolah tidak boleh memaksakan pembelian seragam hanya melalui mereka. Orang tua harus diberi keleluasaan membeli seragam di luar sekolah atau memanfaatkan seragam bekas yang masih layak. Dengan begitu, prinsip kesetaraan benar-benar terasa, bukan hanya sekadar jargon.

Penutup

Seragam sekolah pada dasarnya adalah simbol kebersamaan. Ia dapat menyatukan siswa, menghapus batas-batas sosial, serta memperkuat identitas sekolah. Tetapi, penerapannya harus bijak: jangan sampai seragam yang mestinya menjadi kebanggaan justru berubah menjadi beban.

Mari melihat seragam bukan sekadar kain yang menutup tubuh, tetapi juga jembatan kesetaraan, disiplin, dan kebersamaan. Salam sehat dan tetap semangat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teruslah merasa haus dengan terus belajar

Tuhan senatiasa bersamamu

P5 di kembalikan ke kegiatan kokurikuler