Hanya Kekuranganmu
Hanya kekuranganmu.Menjadi tulisan saya malam ini Senin 4 Agustus 2025 di kompasiana. Kalimat itu menjadi perenungan panjangku hari ini. Ungkapan ini bisa bermakna banyak, tergantung konteksnya. Tapi secara umum, ia menunjuk pada sisi yang belum sempurna dari diri seseorang celah-celah yang tak luput dari sorotan mata orang lain.
Hari ini, aku kembali berhadapan dengan
cermin kehidupan: komentar orang lain tentang diriku. Entah sudah berapa kali
aku mendengar kalimat-kalimat serupa, tentang apa yang kurang dari diriku.
Tentang hal-hal yang seharusnya aku lakukan lebih baik. Seharusnya begini.
Seharusnya begitu. Tentang mengapa aku begini, dan tidak seperti mereka.
Perlahan aku mulai sadar, ternyata sebagian
orang tidak benar-benar tertarik mengenalku secara utuh. Mereka hanya tertarik
pada kekuranganku. Mereka hanya menyebut sisi yang belum sempurna bagian-bagian yang mereka soroti
terus-menerus. Mereka tak melihat prosesku, perjuanganku, langkah-langkah kecil
yang berbuah kemajuan. Yang mereka lihat hanya “yang salah”, bukan yang sedang
aku benahi. Dan ironisnya, mereka menyebut itu sebagai masukan atau kritik.
Pernahkah kamu mengalami hal yang sama?
Bahwa sekuat apa pun kamu berusaha, yang tampak di mata mereka tetap saja
celah? Bahwa kamu lebih sering disalahkan karena kekurangan kecil daripada
dihargai atas perjuangan besar?
Aku pernah. Bahkan sering.
Ada orang-orang yang lantang bersuara di
depan, mengomentari hidup orang lain seolah mereka tahu segalanya. Tapi saat
ditanya, “Kalau kamu yang berada di posisi ini, apa yang akan kamu lakukan?” mereka diam. Mereka tak punya jawaban. Tak
punya solusi. Bahkan tak mau mencoba melangkah satu langkah pun di sepatumu.
Yang mereka tahu hanyalah: kekuranganmu.
Namun aku mulai menyadari sesuatu yang
penting. Bahwa kekuranganku hanyalah sebagian bukan keseluruhan diriku. Kekuranganku
adalah bagian yang sedang aku benahi. Bagian yang membuatku tetap manusia.
Aku tidak sempurna. Dan aku tak perlu
berpura-pura sempurna.
Tapi aku tumbuh. Aku belajar. Aku terus
mencoba. Dan itu cukup. Setidaknya, cukup untukku hari ini.
Aku mulai memilih untuk tidak lagi
membiarkan penilaian orang lain menentukan nilai diriku. Sebab mereka yang
hanya fokus pada kekurangan, seringkali adalah mereka yang bahkan tak tahu
rasanya memperbaiki sesuatu. Mereka hanya melihat, tapi tak membantu. Mereka
hanya mengkritik, tapi tak pernah memberi jalan keluar.
Catatan ini kutulis bukan untuk
mengeluh. Tapi untuk mengingatkan diriku sendiri.
Bahwa
saat dunia sibuk menyoroti kekuranganmu, kamu sendiri harus belajar melihat
lebih dari itu.Lihat bagaimana kamu tetap bangun pagi, meski semalam menangis.Lihat
bagaimana kamu menenangkan orang lain, saat dirimu sendiri sedang goyah.
Lihat
bagaimana kamu bertahan, meski tak seorang pun tahu apa yang sedang kamu pikul.Itu
bukan kelemahan. Itu kekuatan.
Dan
mungkin… itulah yang tak mereka lihat.
Untuk Siapa Pun yang Sedang Merasa
Dinilai:
Tak
apa jika orang lain tak melihat seluruh dirimu.
Tak
apa jika yang mereka soroti hanya kekuranganmu.
Sebab mereka tak tahu prosesmu. Dan kamu
tak perlu membuktikan segalanya pada mereka. Yang perlu kamu lakukan
hanyalah terus tumbuh terus melangkah, dan terus menjadi versi terbaik dari
dirimu sendiri dengan cara dan waktu yang kamu punya. Akan selalu ada orang
yang memilih melihat kekuranganmu, dan kamu tak bisa mengendalikan itu. Tapi
kamu bisa memilih: untuk tetap berjalan dalam kebaikan dan keyakinan. Karena
setiap orang, pada akhirnya, punya kekurangan dan kelebihan.
Komentar
Posting Komentar